Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Aksi Kolaborasi Pentahelix dalam Mitigasi Tsunami di Pacitan

Dilihat 100 kali
Aksi Kolaborasi Pentahelix dalam Mitigasi Tsunami di Pacitan

Foto : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Direktorat Kesiapsiagaan menggerakkan elemen pentahelix untuk meningkatkan kesiapsiagaan melalui kegiatan Sapa Desa Tangguh Bencana (Sapa Destana) dan penguatan mitigasi melalui penanaman 2.000 batang mangrove pada hari Minggu (28/11). (Komunikasi Kebencanaan BNPB/M. Arfari Dwiatmodjo)


PACITAN - Menjawab tantangan potensi ancaman tsunami di selatan Jawa, upaya mitigasi dan kesiapsiagaan berbasis masyarakat harus dilaksanakan secara berkelanjutan. Untuk itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Direktorat Kesiapsiagaan menggerakkan elemen pentahelix untuk meningkatkan kesiapsiagaan melalui kegiatan Sapa Desa Tangguh Bencana (Sapa Destana) dan penguatan mitigasi melalui penanaman 2.000 batang mangrove pada hari Minggu (28/11). 

Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Kembang, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Kegiatan Sapa Destana merupakan upaya penyegaran kembali unsur-unsur pentahelix yang ada di Desa terhadap kriteria Destana yakni pertama, mampu mengakses informasi dan meresponnya dengan baik. Kedua, memiliki daya antisipasi terkait potensi bencana yang terjadi di daerahnya. Ketiga, memiliki daya proteksi, dengan mengetahui cara untuk mengevakuasi ketika bencana terjadi. Keempat adalah adaptasi, bagaimana cara beradaptasi dengan potensi bencana  didaerahnya. Kelima, mempunyai daya lenting, ketika terjadi bencana dapat kembali dengan baik dan menjalani kehidupannya dengan baik. Kegiatan penyegaran ini juga dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan upaya kesiapsiagaan sejak dilakukannya ekspedisi Destana di selatan Jawa tahun 2019 lalu. 

Adapun untuk kegiatan mitigasi, konsepsi mitigasi berbasis ekosistem yang diusung BNPB menjamin keberlangsungan fungsi proteksi dalam jangka waktu hingga ratusan tahun jika vegetasi yang ditanam dirawat dengan baik. 

Mitigasi berbasis vegetasi ini sejalan dengan kegiatan Rumah Zakat Indonesia yang pada saat yang sama membina Desa Kembang untuk dijadikan desa wisata berbasis eco-tourism melalui kawasan Watu Mejo Mangrove Park. 

Dengan adanya lahan mangrove Desa Kembang yang berlokasi di sepanjang bantaran Sungai Grindulu, maka jika terjadi tsunami yang masuk dari muara sungai, energi limpasannya dapat direduksi oleh keberadaan mangrove.  

Rangkaian kegiatan ini dihadiri oleh BNPB, BPBD Provinsi Jawa Timur, BPBD Kabupaten / Kota se-Jawa Timur, DPRD Kabupaten Pacitan, unsur TNI/Polri, Forkopimda, Forum PRB Jawa Timur, dan Kab. Pacitan, Organisasi Kemanusiaan wilayah Jawa Timur dan Kab. Pacitan, Kelompok Relawan, Perwakilan Sekolah, Madrasah, Pramuka dan perwakilan masyarakat desa pesisir selatan. 

Kegiatan yang juga ditujukan untuk memperingati Hari Menanam Pohon Indonesia ini diawali dengan peresmian lokasi wisata Watu Mejo Mangrove Park oleh Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan, S.T., M.Si. Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji, S.S. Wakil Bupati Pacitan Gagarin S.Sos dan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur Drs. Budi Santosa serta CEO Rumah Zakat Nur Effendi. 

Dalam sambutannya Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan, S.T., M.Si. menyatakan ada tiga cara dalam mengatasi bencana, yaitu jauhkan masyarakat dari bencana, jauhkan bencana dari masyarakat dan hidup berdampingan dengan bencana. 

"Salah satu pilihan dalam penanganan bencana adalah hidup berdampingan dengan bencana. Salah satunya dengan menanam mangrove, sebagai upaya preventif untuk mengurangi dampak dari terjangan tsunami," ujar Lilik. 

Hidup berdampingan dengan bencana juga mengharuskan kita meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana, baik itu melalui infrastruktur maupun kultur seperti pengetahuan tentang potensi risiko bencana sehingga mampu meminimalisir dampak ketika bencana terjadi. 

"Penanaman mangrove ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesiapsiagaan akan tsunami. Kemudian masyarakat diharapkan mengetahui apa yang harus dilakukan, sehingga kita bisa paham bagaimana menyelamatkan diri dari tsunami," tuturnya. 

Kepala Pelaksana BPBD Prov. Jawa Timur Drs. Budi Sentosa membacakan sambutan dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang berhalangan hadir, menjelaskan Jawa Timur memiliki kondisi alam yang memungkinkan terjadinya bencana, salah satunya tsunami. 

"Tsunami merupakan salah satu bencana yang harus diwaspadai di selatan jawa,   maka diperlukan kesiapsiagaan masyarakat di pesisir untuk menghadapi potensi terjadinya tsunami. Masyarakat diharapkan mengetahui tanda-tanda tsunami dan cara evakuasi maupun melibatkan diri langsung dalam rangka mengurangi dampak tsunami," ucap Budi. 

Lebih lanjut ia menambahkan, saat ini penanganan bencana harus dilakukan secara bersama dan upaya yang harus menjadi prioritas adalah saat fase pra-bencana. 

"Upaya penanganan yang dilakukan oleh berbagai pihak harus dimulai dari saat pra bencana. Salah satunya dengan menanam mangrove, mangrove dapat mencegah abrasi laut, mengurangi gelombang tsunami dan dapat dimanfaatkan secara ekonomi," tutupnya. 

Vegetasi dapat mengurangi gelombang tsunami, maka dari itu diperlukan perawatan serta pemeliharaan setelah ditanam sehingga dapat berfungsi optimal jika bencana datang. 

Seperti di Pantai Teleng Ria Kab. Pacitan, sejak tahun 2010 sudah ada vegetasi cemara, ketapang dan trembesi di sepanjang pantai yang sangat penting untuk dijaga, karena keberadaan vegetasi di sepanjang pantai bisa mereduksi tsunami dengan signifikan pada batas-batas tertentu. 

Pemerintah daerah perlu memperhatikan kondisi vegetasi yang membentuk hutan pantai. Jika pada setiap batang pohon, jarak antara muka tanah dengan tinggi ranting pertama sudah lebih dari 1.5 meter, maka perlu ditanami vegetasi baru diantara tegakan yang sudah ada agar fungsi reduksi tsunami bisa optimal. 



Abdul Muhari, Ph.D. 

Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB 


Penulis


BAGIKAN