Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Pentingnya Informasi Angka Kematian untuk Pengurangan Risiko dalam Konteks Kedaruratan Bencana

Dilihat 70 kali
Pentingnya Informasi Angka Kematian untuk Pengurangan Risiko dalam Konteks Kedaruratan Bencana

Foto : Kegiatan bimbingan teknis (bimtek) Peningkatan Kapasitas Personil Tim Reaksi Cepat (TRC) Penanggulangan Bencana pada Selasa (17/5) hingga Sabtu (21/5), di Bandung, Jawa Barat. (Direktorat Fasilitasi Penanganan Korban dan Pengungsi BNPB)



JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Direktorat Fasilitasi Penanganan Korban dan Pengungsi (FPKP) menggelar bimbingan teknis (bimtek) Peningkatan Kapasitas Personil Tim Reaksi Cepat (TRC) Penanggulangan Bencana. Kegiatan dilaksanakan pada Selasa (17/5) hingga Sabtu (21/5), di Bandung, Jawa Barat. 

Salah satu materi yang menarik perhatian para peserta adalah keterampilan penghitungan angka kematian dalam kedaruratan bencana. 

Keadaan darurat bencana merupakan suatu keadaan yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga diperlukan tindakan penanganan segera dan memadai. 

Gangguan kehidupan itu sendiri tergambar dari adanya korban yakni orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana. 

Salah satu indikator kunci keadaan darurat yang digunakan badan PBB untuk pengungsi (UNHCR) dan badan kesehatan dunia (WHO) yaitu angka kematian kasar, dimana 1/10.000 penduduk setiap harinya atau sepuluh per seratus ribu penduduk setiap hari. 

Dalam Kerangka Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ditekankan harus ada penurunan angka kematian rata-rata akibat bencana per 100.000 penduduk terdampak. 

Hal ini diikuti oleh kebijakan Indonesia melalui peraturan Presiden nomor 87 tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) yang salah satu tujuannya adalah untuk menurunkan jumlah angka kematian dari tahun 2020 hingga tahun 2044. 

Gambaran besaran masalah kedaruratan bencana seringkali hanya disajikan dalam bentuk informasi korban, seperti jumlah korban meninggal. Perlu digarisbawahi bahwa angka kematian tidak sama dengan jumlah korban meninggal. 

Jumlah kematian hanya menghitung fakta jumlah orang yang meninggal, sedangkan angka kematian telah memperhitungkan jumlah penduduk berisiko dan lama waktu kejadian. 

Pola pelaporan kedaruratan ini perlu ditingkatkan untuk dianalisis secara cepat menjadi angka kematian, sehingga target turunnya angka kematian dari bencana satu ke bencana lainnya dapat tercapai. 

Angka kematian menjadi penting karena digunakan untuk mengetahui besaran masalah/risiko akibat bencana menurut jenis ancaman bencana. Selanjutnya, angka kematian juga digunakan untuk membandingkan besaran masalah/risiko menurut waktu atau antar wilayah, juga memberikan gambaran apakah kondisi yang terjadi dapat dikatakan situasi darurat. 

Selain itu, angka tersebut menggambarkan keberhasilan (outcome) dari upaya-upaya pada tahapan prabencana (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan) sekaligus bahan informasi untuk perencanaan penanggulangan bencana. 

Yusrizal selaku Direktur Fasilitasi Penanganan Korban dan Pengungsi BNPB berharap kedepannya personel TRC multisektor dapat menghitung angka kematian sehingga personil TRC mampu merekomendasikan kebijakan penanganan darurat bencana bagi kepala daerah masing-masing. 

"Terlebih rekomendasi kebijakannya dapat selaras dengan target nasional dan global," jelas Yusrizal dalam sambutannya. 

Seratus lima puluh orang bergabung menjadi peserta dalam kegiatan tersebut yang berasal dari 30 kabupaten/kota, tiap daerah dengan komposisi 3 orang perwakilan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), 1 orang Dinas Sosial, dan 1 orang Dinas Kesehatan. 

Kegiatan bimtek diisi dengan pemberian materi paparan, tanya jawab, tugas kelompok, studi kasus, dan permainan membangun kerjasama bagi para peserta. 

Materi yang disampaikan terdiri dai Pengantar Manajemen Penanganan Darurat, Pembentukan TRC–PB Multi Sektor, Pengantar Pengkajian Cepat, Standar Pemenuhan Kebutuhan Dasar, Penyiapan Penampungan/Hunian Sementara, Teknik Pencarian dan Pertolongan Korban Bagi Petugas Lapangan, dan Bantuan Hidup Dasar. 

Selain itu, para TRC yang mengikuti pelatihan diberikan studi kasus kaji cepat bencana dan membangun kerjasama kelompok yang secara khusus disampaikan oleh pembicara dan fasilitator dari UN-OCHA dan tim mitra. BNPB juga melibatkan intansi lain untuk menjadi narasumber seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Sosial (Kemensos), Basarnas, IOM, AGD Dinkes DKI Jakarta, dan internal BNPB. 


Abdul Muhari, Ph.D. 

Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Penulis


BAGIKAN