Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Pra-Rakornas PB, Deputi Bidang Pencegahan BNPB: Penguatan Pengurangan Risiko dalam Penanggulangan Bencana

Dilihat 84 kali
Pra-Rakornas PB, Deputi Bidang Pencegahan BNPB: Penguatan Pengurangan Risiko dalam Penanggulangan Bencana

Foto : Sidang Komisi Bidang Prabencana hari pertama Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2022 di Tangerang, Banten, Selasa (22/2). (Komunikasi Kebencanaan/Danung Arifin)


JAKARTA – Pada tahun 2020-2021 Indonesia dihadapkan pada tantangan penanggulangan bencana yang diakibatkan faktor alam dan nonalam, penyebaran virus SARS-COV-2. Data BNPB pada 2021 lalu menyebutkan 5.402 kejadian bencana dengan lebih 99 persen merupakan bencana hidrometeorologi. 

Melihat frekuensi bencana yang cenderung meningkat ini, Deputi Bidang Pencegahan BNPB Dra. Prasinta Dewi M.A.P menekankan penguatan upaya pada fase prabencana, khususnya pengurangan risiko bencana. Menurut Prasinta, dengan bertambahnya frekuensi dan intensitas bencana setiap tahun, pengetahuan masyarakat tentang potensi risiko menjadi mutlak untuk ditingkatkan. 

“Sosialisasi, edukasi dan kesiapsiagaan menjadi kunci bagi pengurangan risiko bencana di masa depan,” ujar Prasinta Dewi dalam pengantar Sidang Komisi Bidang Prabencana hari pertama Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2022 di Tangerang, Banten, Selasa (22/2).

Tantangan penanggulangan bencana yang semakin kompleks menuntut lembaga penanggulangan bencana untuk bekerja  lebih ekstra. Prasinta menjelaskan dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) Tahun 2020-2044; ini menjadi pedoman bersama untuk kementerian/lembaga, TNI, Polri dan pemerintah daerah.

Ia menambahkan visi RIPB tahun 2020-2044 adalah mewujudkan Indonesia tangguh bencana untuk pembangunan berkelanjutan. Tangguh bencana bermakna bahwa Indonesia mampu menahan, menyerap, beradaptasi, dan memulihkan diri dari akibat bencana dan perubahan iklim secara tepat waktu, efektif, dan efisien. 

“RIPB 2015-2045 disusun guna mendorong penyelenggaraan pembangunan nasional yang mempertimbangkan faktor-faktor risiko bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh, serta dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan strategis yang dinamis dan multidimensi,” jelas Prasinta.

Ia menambahkan, penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa prabencana memiliki ruang lingkup perencanaan, pencegahan, pengurangan risiko, pendidikan, pelatihan, penataan ruang, mitigasi, peringatan dini, kesiapsiagaan yang diimplementasikan dalam beberapa jenis kegiatan dan didukung dengan kapasitas yang memadai.

Pada kesempatan itu, Prasinta juga menyampaikan bahwa BNPB telah menyusun Kajian Risiko Bencana (KRB) 2020. KRB dilakukan dengan melakukan perhitungan pada komponen bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability), dan kapasitas (capacity) di masing-masing provinsi dan kabupaten-kota. 

“Dalam peta IRBI sangat jelas sekali, tidak ada satupun kabupaten-kota yang bebas dari ancaman bencana. Silahkan bapak-ibu bisa mengunduh melalui inarisk.bnpb.go.id,” jelas prasinta.

Terkait dengan nilai indeks risiko rata-rata nasional selama 5 tahun (2015-2020), ini menunjukan angka penurunan. Prasinta mengapresiasi upaya  dan komitmen dari kepala daerah dan sinergitas lintas sektor yang ada di provinsi, kabupaten, kota di dalam menjalankan program-program pencegahan dan pengurangan risiko bencana. Ini menegaskan bahwa penguatan PRB sangat dibutuhkan semua pihak. 

Sementara itu, Sidang Komisi 1 Prabencana diselenggarakan secara virtual yang diikuti kurang lebih 450 peserta dan secara terbatas melalui tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Narasumber sesi panel antara lain kementerian dan lembaga, praktisi, akademisi serta organisasi nonpemerintah. 



Abdul Muhari, Ph.D. 

Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB 


Penulis


BAGIKAN