SEKALI LAGI, SINABUNG BUKAN BENCANA NASIONAL
04 Feb 2014 10:45 WIB
Dilihat 352 kali
Foto : SEKALI LAGI, SINABUNG BUKAN BENCANA NASIONAL ()
Hingga saat ini PP tersebut belum ditetapkan karena belum adanya kesepakatan berbagai pihak. Draft PP atau Raperpres Penetapan Status dan Tingkatan bencana ini sudah dibahas lintas sektor dan lembaga non-pemerintah sejak tahun 2009 hingga sekarang. Berulangkali dibahas dengan Unsur Pengarah BNPB bahkan dilakukan workshop nasional. Namun belum ada kesepakatan.
Yang dimaksud Tingkatan Bencana adalah keadaan di suatu tempat yang terlanda oleh jenis bencana tertentu dan dinilai berdasarkan jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana-sarana, cakupan wilayah dan dampak sosial ekonomi, yang dibedakan menjadi lokal, daerah dan nasional. Status Bencana membedakan bencana ringan, sedang dan berat sesuai indikator tersebut.
Kesulitan utama adalah penentuan besaran dari masing-masing indikator. Dalam Draft PP, bencana tingkat lokal (kabupaten/kota) jika jumlah korban jiwa kurang dari 100 orang, kerugian kurang dari Rp 1 milyar, cakupan wilayah kurang dari 10 km2, Pemda masih mampu menangani berdasar SDM, sumberdaya finansial dan pemerintahan masih berjalan. Bencana tingkat Provinsi jika jumlah korban kurang dari 500 orang, kerugian kurang dari Rp 1 trilyun, cakupan wilayah lebih dari 1 kab/kota, pemda Provinsi masih berjalan. Sedangkan Bencana Nasional indikatornya korban lebih dari 500 orang, kerugian lebih dari Rp 1 trilyun, cakupannya beberapa kab/kota lebih dari 1 provinsi, dan pemprov dan pemkab tidak mampu mengatasinya.
Yang utama adalah apakah sistem pemerintahan di daerah kab/kota masih berjalan. Sebab Bupati/Walikota adalah penangggung jawab utama dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerahnya. Pemprov dan Pemerintah Pusat memberikan penguatan Pemkab/Pemkot.
Di Indonesia, Presiden menyatakan bencana nasional baru sekali yaitu saat tsunami Aceh 2004. Korban bencana saat itu lebih dari 180.000 jiwa tewas dan hilang, kerugian lebih dari Rp 45 trilyun, Pemkab/Pemkot dan Pemprov Aceh dan Sumut tidak mampu mengatasi. Hanya bencana tsunami Aceh 2004 yang dinyatakan Presiden sebagai bencana nasional. Bencana yang lain tidak ada diklasifikasikan sebagai bencana nasional. Bencana gempa Yogya 2006 menimbulkan korban 5.716 jiwa tewas, kerugian Rp 29 trilyun, dan berdampak pada provinsi DIY dan Jateng. Gempa Sumbar 2009 menimbulkan korban 1.117 jiwa, kerusakan di 9 kab/kota, dan kerugian Rp 21 trilyun. Erupsi G.Merapi 2010 menimbulkan korban jiwa 386 orang tewas, 4 kabupaten dan 2 provinsi terdampak, pengungsi 0,5 juta jiwa dan kerugian Rp 3,56 trilyun. Semua bencana dengan dampak yang lebih besar daripada Sinabung, Presiden tidak menyatakan sebagai bencana nasional.
Bagaimana dengan erupsi G. Sinabung? Pemda Kab.Karo dan Pemda Sumut masih utuh dan berjalan normal. BNPB hadir sejak awal dan memegang kendali penuh penanganan darurat dengan mengerahkan potensi nasional untuk mendampingi Pemda Karo dan Pemprov Sumut. Bupati Karo dan Gubernur Sumut beserta SKPD-nya masih mampu menjalankan pemerintahan sehari-hari. Tidak ada chaos yang menyebabkan pemerintahan lumpuh. Meskipun bantuan yang diberikan untuk penanganan darurat Sinabung hampir lebih dari 95% berasal dari Pusat, bukan berarti bencana nasional. Bahkan nanti hingga pasca bencana dengan rehabilitasi dan rekonstruksi bencana pun Pusat akan tetap membantu. Sinabung masih bencana daerah. Ini hanya masalah leadership dalam penanganan bencana. Belum adanya BPBD Karo juga menyebabkan penanganan belum optimal awalnya. BPBD Sumut sangat terbatas anggarannya sehingga tidak mampu mendukung sepenuhnya.
Jadi polemik tentang bencana nasional atau daerah sebaiknya dihentikan. Bencana daerah pun pemerintah pusat menangani bencana Sinabung. Lebih dari Rp 43 milyar dana yang dikucurkan BNPB dan kementerian/lembaga sejak September 2013 untuk penanganan Sinabung. Masih banyak dana yang akan dikucurkan Pemerintah, bahkan hingga pasca bencana. Dalam setiap bencana BNPB selalu hadir memberikan pendampingan kepada BPBD baik memberikan bantuan dana, logistik, peralatan, manajemen, dan administrasi. Ini semua dilakukan agar daerah bisa tangguh menghadapi bencana. Yang perlu kita dorong adalah bagaimana bencana menjadi prioritas pembangunan daerah, alokasi anggaran untuk bencana dari APBD ditingkatkan, personil pemda yang ahli dan professional ditempatkan di BPBD dan lainnya. Bupati dan Gubernur juga harus bertanggung jawab menangani bencana di daerah.
Sutopo Purwo Nugroho
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Penulis