TANTANGAN INTEGRASI PRB DENGAN API
11 Okt 2013 04:52 WIB
Dilihat 366 kali
Foto : TANTANGAN INTEGRASI PRB DENGAN API ()
Mataram, 11 Oktober 2013
Dalam bidang kebencanaan dikenal pendekatan pengurangan risiko bencana (PRB), sedangkan dalam bidang perubahan iklim dikenal pendekatan adaptasi perubahan iklim (API). Kedua pendekatan itu mempunyai mazhabnya masing-masing, walau bidang garap substansinya sama, yaitu upaya untuk mengatasi dampak buruk dari suatu kejadian. Hanya sudut pandang dan aplikasi yang membuat kedua pendekatan itu menjadi agak berbeda. Bagaimana mengintegrasikan kedua pendekatan itu ke dalam perencanaan dan praktik di lapangan?
Bagi para pelaku di bidang kebencanaan, perubahan iklim merupakan slow onset disaster yang tidak tampak, dengan durasi yang lama. Dalam hal ini bagi para pelaku kebencanaan perubahan iklim bukan sebagai bahaya (hazard), tetapi lebih dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi bahaya seperti banjir, topan, kekeringan. Perubahan iklim berdampak pada meningkatnya frekuensi dan dampak kerusakan bencana (hidrometerologis dan biologis).
Sugeng Triutomo dari Yayasan Pengurangan Risiko Bencana (YPRB) mengatakan, “Untuk melakukan integrasi PRB dengan API menghadapi tantangan-tantangan yang cukup berat. Di tingkat komunitas sulit dibedakan antara program PRB dengan API. Akan tetapi di tingkat nasional dan global masing-masing dikelola oleh kelembagaan yang berbeda, yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengurusi PRB serta Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengurusi API. Di tingkat global PRB dipegang oleh United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR), sedangkan API dipegang oleh World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC or FCCC).”
Sugeng Triutomo yang pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB menyampaikan bahwa di bidang perencanaan kebencanaan terdapat Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB), sedangkan di bidang perubahan iklim terdapat Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API). Sedangkan pada pendanaan untuk kebencanaan berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Dana Siap Pakai (DSP) dan lembaga donor; sedangkan untuk perubahan iklim berasal dari DIPA dan lembaga donor. Dalam kerangka pendekatan di bidang kebencanaan berupa PRB (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan); sedangkan di bidang perubahan iklim berupa mitigasi dan adaptasi. Untuk implementasi dikerjakan oleh lembaga-lembaga humanitarian relief dan sektoral di bidang kebencanaan, sedangkan bidang perubahan iklim oleh lembaga sektoral.
Lebih lanjut Sugeng Triutomo menyampaikan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 isu PRB dan API dimasukkan ke dalam program Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Pemerintah Indonesia juga bekerjasama dengan Korea Selatan yang gigih memperjuangkan integrasi API dan PRB. Selain itu perlu memadukan antara kerentanan, kajian risiko, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API). Dalam perencanaan dan praktik juga perlu dipilah antara program jangka panjang berupa API, program jangka menengah berupa PRB, dan program jangka pendek berupa penanggulangan bencana.
Paparan Sugeng Triutomo ini disampaikan dalam kegiatan “Konsultasi Nasional Forum Pengurangan Risiko Bencana se-Indonesia” yang diadakan oleh Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB) dan BNPB pada Selasa, 8 Oktober 2013 siang di Gedung Sangkareang, Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 150 orang wakil dari Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) di seluruh Indonesia, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota; Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), lembaga non pemerintah nasional dan internasional, serta para praktisi kebencanaan. Kegiatan Konsultasi Nasional ini merupakan salah satu rangkaian dalam acara Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2013 pada tanggal 7-11 Oktober 2013 di Mataram dan sekitarnya, Prov. NTB.
Dalam bidang kebencanaan dikenal pendekatan pengurangan risiko bencana (PRB), sedangkan dalam bidang perubahan iklim dikenal pendekatan adaptasi perubahan iklim (API). Kedua pendekatan itu mempunyai mazhabnya masing-masing, walau bidang garap substansinya sama, yaitu upaya untuk mengatasi dampak buruk dari suatu kejadian. Hanya sudut pandang dan aplikasi yang membuat kedua pendekatan itu menjadi agak berbeda. Bagaimana mengintegrasikan kedua pendekatan itu ke dalam perencanaan dan praktik di lapangan?
Bagi para pelaku di bidang kebencanaan, perubahan iklim merupakan slow onset disaster yang tidak tampak, dengan durasi yang lama. Dalam hal ini bagi para pelaku kebencanaan perubahan iklim bukan sebagai bahaya (hazard), tetapi lebih dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi bahaya seperti banjir, topan, kekeringan. Perubahan iklim berdampak pada meningkatnya frekuensi dan dampak kerusakan bencana (hidrometerologis dan biologis).
Sugeng Triutomo dari Yayasan Pengurangan Risiko Bencana (YPRB) mengatakan, “Untuk melakukan integrasi PRB dengan API menghadapi tantangan-tantangan yang cukup berat. Di tingkat komunitas sulit dibedakan antara program PRB dengan API. Akan tetapi di tingkat nasional dan global masing-masing dikelola oleh kelembagaan yang berbeda, yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengurusi PRB serta Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengurusi API. Di tingkat global PRB dipegang oleh United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR), sedangkan API dipegang oleh World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC or FCCC).”
Sugeng Triutomo yang pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB menyampaikan bahwa di bidang perencanaan kebencanaan terdapat Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB), sedangkan di bidang perubahan iklim terdapat Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API). Sedangkan pada pendanaan untuk kebencanaan berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Dana Siap Pakai (DSP) dan lembaga donor; sedangkan untuk perubahan iklim berasal dari DIPA dan lembaga donor. Dalam kerangka pendekatan di bidang kebencanaan berupa PRB (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan); sedangkan di bidang perubahan iklim berupa mitigasi dan adaptasi. Untuk implementasi dikerjakan oleh lembaga-lembaga humanitarian relief dan sektoral di bidang kebencanaan, sedangkan bidang perubahan iklim oleh lembaga sektoral.
Lebih lanjut Sugeng Triutomo menyampaikan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 isu PRB dan API dimasukkan ke dalam program Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Pemerintah Indonesia juga bekerjasama dengan Korea Selatan yang gigih memperjuangkan integrasi API dan PRB. Selain itu perlu memadukan antara kerentanan, kajian risiko, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API). Dalam perencanaan dan praktik juga perlu dipilah antara program jangka panjang berupa API, program jangka menengah berupa PRB, dan program jangka pendek berupa penanggulangan bencana.
Paparan Sugeng Triutomo ini disampaikan dalam kegiatan “Konsultasi Nasional Forum Pengurangan Risiko Bencana se-Indonesia” yang diadakan oleh Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB) dan BNPB pada Selasa, 8 Oktober 2013 siang di Gedung Sangkareang, Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 150 orang wakil dari Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) di seluruh Indonesia, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota; Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), lembaga non pemerintah nasional dan internasional, serta para praktisi kebencanaan. Kegiatan Konsultasi Nasional ini merupakan salah satu rangkaian dalam acara Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2013 pada tanggal 7-11 Oktober 2013 di Mataram dan sekitarnya, Prov. NTB.
Penulis